Contoh Makalah
Sharing Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Demokrasi adalah
sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat dan
kemajuan negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Untuk
mewujudkan kedaulatan dan kemajuan tersebut sangat ditentukan oleh keberhasilan
dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
mencangkup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektivitas dan keberhasilan
pembangunan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu sumber daya manusia dan
pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor
manusianya. Indonesia merupakan salah satu negaara terkaya jika dilihat dari
sumber daya alam yang berlimpah. Tapi ironisnya, jika dibandingkan dengan
negara laii negara ini bukanlah tidak termasuk negara kaya namun termasuk
negara miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusia. Kualitas tersebut tidak hanya dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi
saja, tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral
dan rendaahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara pemerintahan
menyebabkan terjadinya korupsi di tengah peyelenggaran pemerintahan yang
demokrasi. Korupsi di indonesia dewasa ini sudah menjadi sebuah patologi sosial
(penyakit sosial) yang sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya anomaly demokrasi di Indonesia, yaitu sebuah
pemerintahan demokrasi yang abnormal, dimana demokrasi berbanding lurus dengan
tingkat korupsi, bukan berbanding terbalik sebagaimana mestinya.
1.2. Rumuan Masalah
Sesuai dengan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalaam makalah
ini adalah
1.2.1. Apa
itu demokrasi?
1.2.2. Apa
itu korupsi?
1.2.3. Bagaimana
demokrasi dan korupsi di Indonesia?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Menjelaskan
apa itu yang dimaksud dengan demokrasi
1.3.2. Menjelaskan
apa itu yang dimaksud dengan korupsi
1.3.3. Menjelaskan
bagaiman demokrasi dan korupsi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Demokrasi
2.1.1.
Pengertian Demokrasi
Penyebutan akan
istilah demokrasi pada mulanya berangkat dari bahasa yunani, yaitu dengan
istilah democratos yang merupakan
gabungan dari kata demos yang artinya
“ rakyat “, dan cratos yang artinya”
kekuasaan atau kedaulatan “. Dari gabungan atas dua pemaknaan tersebut, maka
dapat diterjemahkan bahwa demokrasi adalah kedaulatan rakyat.
Adapun kedaulatan
rakyat yang dimaksud dalam kehidupan bernegara tersebut adalah untuk menunjuk
kepada sistem penyelenggaraan system pemerintahan yang dilaksanakan bersama rakyat.
Dengan demikian pada Negara yang menganut system demokrasi, kekuasaan
pemerintahannya terbatas dan pemerintah tidak dapat bertindak sewenang-wenang
kepada rakyatnya.
Adapun hakikat
dari demokrasi sebagaimana kita pahami terdapat pada makna pemerintahan dari
rakyat (goverment of the people),
pemerintahan oleh rakyat (government by
people) dan pemerintahan unuk rakyat (government
for people). Hakikat makna yang terkandung pada government of the people adalah untuk menunjuk bahwa dalam negara
demokrasi, keabsahan/legitimasi terhadap siapa yang memerintah (pemerintah)
berasal dari kehendak rakyat. Sementara makna yang diungkap dari government by people yakni bahwa dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan pemerintah prosesnya diawasi oleh
rakyat. Sedangkan untuk goverment for
people terkandung makna bahwa dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan oleh
pemerintah adalah harus dilangsungkan untuk sebesar-besarnya utuk kemakmuran
rakyat.
2.1.2.
Norma-norma Yang Mendasari Demokrasi
Menurut
Frans Magnis Suseno, setidaknya ada lima prinsip Negara demokasi tersebut :
a. Menganut
Sistem Negara Hukum, dengan kata lain Negara demokrasi ini tidak mengenal
kata-kata absolut.
b. Social
Control, didalam Negara demokrasi pengawasan dilaksanakan oleh rakyat, semua
kegiatan yang dilaksanakan didalam pemerintahan mndapat pengawasan dari rakyat.
c. Adanya
Pemilihan Yang Bebas, mununjukkan nilai-nilai pokok yang dijunjung oleh
demokrasi, yaitu kebebasan individu untuk mengekspresikan diri.
d. Prinsip
Mayoritas, demokrasi berarti kekuasaan berada ditangan rakyat.
e. Adanya
Jaminan Atas HAM, Negara-negara yang menganut prinsip demokrasi akan selalu
menjunjung tinggi HAM, hal ini merupakan sebuah perwujudan dari nilai-nilai
demokrasi yang lebih merujuk kepada prinsip mayoritas (F Magnis Suseno, dalam
Heri Zulfa dan Dahlil Syah, 2000).
Hendry B.Mayo
menyatakan bahwa demokrasi haruslah didasari oleh beberapa norma dasar, yakni
dengan :
a. Menyelesaikan
perselisihan secara damai dan melembaga
b. Menjamin
terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah
c. Penyelenggaraan
pergantian pimpinan secara teratur
d. Membatasi
pemakaian kekerasan sampai minimum
e. Mengakui
serta menganggap secara wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang
tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku
f. Menjamin
tegaknya keadilan.
Sementara
Nurcholis Madjid berpendapat,bahwa setidaknya ada tujuh norma dasar demokrasi
sebagai berikut:
a. Kesadaran
akan pluralisme
Masyarakat sudah memandang secara
positif kemajemukan dan keberagaman dalam masyarakat, serta telah mampu
mengelaborasikan ke dalam sikap tindak secara kreatif.
b. Musyawarah
korelasi prinsip ini adalah
kedewasaan untuk menerima bentuk-bentuk kompromi dengan bersikap dewasa dalam
mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menerima perbedaan
pendapat, dan kemungkinan mengambil pendapat yang lebih baik.
c. Pemufakatan
yang jujur dan sehat
Prinsip masyarakat demokrasi dituntut
untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat itu
guna mencapai pemufakatan yang juga jujur dan sehat, bukannya pemufakatan yang
dicapai melalui itrik-intrik yang curang, tidak sehat atau melalui konspirasi.
d. Kerjasama
Prinsip kerjasama antar warga dalam
masyarakat dan sikap saling mempercayai itikad baik masing-masing, kemudian
jalinan dukungmendukung secara fungsional antara berbagai unsur kelembagaan
kemasyarakatan yang ada, merupakan segi penunjang efisiensi untuk untuk
demokrasi.
e. Pemenuhan
segi-segi ekonomi
Pemenuhan segi-segi ekonomi
(kesejahteraan social) merupakan salah satu dari bentuk demokrasi substansial,
disamping social control dan akuntabilitas.
f. Pertimbangan
moral
Pandangan hidup demokratis mewajibkan
danya keyakinan bahwa cara berdemokrasi haruslah sejalan dengan tujuan.
g. System
pendidikan yang menunjang
Pendidikn demokrasi selama ini pada
umumnya masih terbatas pada usaha indoktrinasi dan penyuapan konsep-konsep
secara verbalistik.
2.1.3.
Komponen-komponen
penegak demokrasi
Tegaknya
demokrasi suatu Negara sangat tergantung pada komponen-komponen sebagai berikut
:
a. Negara
Hukum
Demokrasi suatu Negara dapat berdiri,
kalau negarannya adalah Negara hokum, yakni sebagai Negara yang memberikan
perlindungan hukum bagi wrga negarannya melalui pelembagaan peradilan yang
bebas dan tidak memihak dan sekaligus juga terdapat jaminan terhadap
perlindungan HAM.
b. Pemerintahan
yang Good Governance
Berdirinya suatu demokrasi sangat
perlu ditopang oleh bentuk pemerintahan yang good governance yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif
dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis,
akuntabel, serta tranfaran.
c. Badan
Pemegang Kekuasaan Legislatif
Badan Pemegang Kekuasaan Legislatif
yang dapat menopang tegaknya demokrasi suatau Negara adalah badan pemegang
kekuasaan legislative yang diisi oleh orang-orang yang memiliki civic skill yang solid dan tinggi,
sebgai contoh anggota DPR RI yang mempunyai fungsi membuat UU, fungsi pengwasan
dan fungsi anggaran. Maka, para anggotanya memang memiliki civic skill dalam ketiga bidang tersebut.
d. Peradilan
yang Bebas dan Mandiri
Peran dunia peradilan dalam kaitannya
dengan demokrasi juga berada pada peran yang sentral.
e. Masyarakat
Madani
Masyarakat madani dicirikan dengan
masyarakatnya yang terbuka, masyarakat yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan
tekanan Negara, masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif serta
masyarakat egaliter.
f. Pers
yang Bebas dan Bertanggung jawab
Berkembangnya denokrasi disuatu
Negara sangat perlu dikawal oleh pers yang memegan tidak berada dibawah tekanan
penguasa atau pihak manapun dalam pemberitaannya senantiasa dilandasi dengan
rasa tanggung jawab kepada masyarakat dn bangsa dengan berdasrkan fakta- fakta
yang dipertanggung jawabkan.
g. Infrastruktur
Politik
Infrastruktur politik terdiri dari
partai poltik dan kelompok gerakan. Menurut Miriam Budiarjo, partai politik
mengemban fungsi sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi
politik, sebagai sarana rekrutmen kader dan sebagai sarana pengatur pengatur
konflik.
2.1.4. Model-model Demokrasi
Jika
dipandang dari
orientasinya, demokrasi dapat dibedakan atas :
a.
Demokrasi Liberal
meruapakan demokrasi yang begitu menjunjung tinggi kebebasan dan individualisme.
b.
Demokrasi
Terpimpin merupakan demokrasi yang dipimin oleh pemimpin Negara, dimana
pemimpin Negara tersebut beranggapan bahwa rakyatnya telah mempercayakan
kepadanya untuk memimpin demokrasi dinegaranya.
c.
Demorasi Sosial
merupakan demokrasi yang begitu menaruh kepedulian besar terhadap keadilan dan
egalitarian.
Sementara kalau dipandang dari mekaniseme
pelaksanaannya, demokrasi dapata dibedakan atas :
a.
Demokrasi Langsung
dicirikan dengan penempatan kedaulatan rakyatnya dilakukan secara langsung
b.
Demokrasi tidak
langsung dicirikan dengan mekanisme penempatan kedaulatan rakyatnya diwakilkan
kepada lembaga perwakilan Negara tersebut.
2.1.5. Demokrasi Indonesia
Demokrasi kita
adalah demokrasi Indonesia yang membawa corak kepribadian bangsa Indonesia
sendiri. Tidak perlu ‘identiek’,
artinya sama dengan demokrasi yang dijalankan oleh bangsa-bangsa lain. Pesan
Bung Karno : “Janganlah demokrasi kita
itu demokrasi jiplakkan “.
Menurut Soekarno
dan Hatta, demokrasi yang diinginkan negara pada waktu itu sedang
diperjuangkkan kemerdekaannya yakni, bukan demokrasi liberal yang biasannya
memihak golongan yang kuat sosial ekonominnya. Selai itu Bung Karno menandaskan
bahwa negara Indonesia tidak didirikan sebagai tempat merajalelannya kaum
kapitalis sehingga kesejahteraan hanya terpusat pada segelintir orang tertentu.
Indonesia didirikan untuk menjamin meratannya kesejahteraan keseluruhan
rakyatnnya. Negara ini didirikan juga untuk mewujudkan terjaminnya hak sosial
warga negara dan tercapainya suatu demokrasi ekonomi. Sebagaiman penegasan Bung
Karno bahwa :
“saudara-saudara,
saya usulkan : Kalau kita mencari demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi
permusyawaratan yang memberi hidup, yakni poltiek-ekomische
democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial”.
Demokrasi
Indonesia adalah kedaulatan rakyat sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1
ayat 2 UUD 1945. Menurut Harjono (mantan hakim Mahkamah Konstitusi RI ), “
yakni kedaulatan yang masih berada ditangan rakyat dan kedaulatan yang telah
dilimpahkan kepada atau dilaksanakan dalam kerangka undang-undang dasar.
Batas-batasanya ditentukan oleh UUD.
Dengan demikian,
demokrasi berjalan berdasarkan atas hukum. Selain itu terdapat dimensi lain
dari kedaulatn rakyat dalam ketentuan pasal 1 ayat 2. Mengacu pada ketentuan
tersebut, dikenal dua macam kedaulatan. Pertama, kedaulatan langsung, dimana
rakyat melakukan secara langsung kedaulatannya. Kedua, kedaulatan yang
dilakukan oleh badan-badan perwakilan. Terkait kedaulata langsung, dalam UUD
telah diatur soal pemilihan umum ( pemilu ). Pemilu adalah wujud kedaulatan
rakyat yang dilakukan secara langsung. Dalam pemilu rakyat memilih anggota DPR
atau DPRD,DPD, dan juga Presiden, Wakil Presiden. Setelah dilaksanakan secara
langsung, proses berikutnya, menurut konstitusi, kedaulatan dilakukan oleh badan
perwakilan.
Demokrasi di Indonesia pada hakikatnya
merupakan demokrasi yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila yang
terkandung dalam pancasila sebagai dasar Negara. Hal itu berarti bahwa hak-hak
demokrasi haruslah disertai dengan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa,
haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan
martabat manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan haruslah pula
dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan social.
2.2.Korupsi
2.2.1.
Pengertian Korupsi
Kata korupsi
berasal dari bahasa latin corruptio
(Fockma Andrea: 1951) atau corruptus (Webster
Student Dictionary: 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal berasal pula dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua.
Dari bahasa latin
itulah istilah korupsi turun ke banyak bahasa Eropa seperti corruption dan corrupt dalam bahasa Inggris, corruption
dalam bahasa Prancis, dan corruptie
dalam bahasa belanda yang selanjutnya menjadi “korupsi” dalam bahasa Indonesia.
Sedangkan di negara jiran Malaysia ditemukan istilah resuah yang berasal dari bahasa Arab (riswah) yang artinya sama dengan korupsi di Indonesia.
Dalam Black’s
Dictionary, pengertian korupsi sebagai berikut:
“Suatu perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk memberikan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan
tugas dan hak orang lain. Perbuatan seorang pejabat atau seorang pemegang
kepercayaan yang secara bertentangan dengan hukum, secara keliru menggunakan
kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang
lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.”
The Australian Legal Dictionary, pengertian
korupsi adalah sebagai berikut:
“Secara umum, merupakan setiap
perbuatan seseorang yang bertentangan dengan tanggung jawab publiknya untuk
mendapatkan imbalan.”
Menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) menyebutkan bahwa korupsi bermakna
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan
pribadi atau orang lain.
2.2.2.
Peraturan Perundang-Undangan tentang Pemberantasan
Korupsi
Berbagai produk
peraturan perundang-undangan mengenai pemberantasan korupsi yang telah
diterapkan di Indonesia, antara lain:
a. Peraturan
Penguasa Perang Pusat untuk daerah Angkatan Darat, No.Prt/Peperpu/013/1958
tanggal 16 April 1958; dan
b. Peraturan
Pengganti Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, penuntutan,
dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi (Perpu No.24 Tahun 1960); yang diganti
dengan
c. Undang-Undang
RI Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; yang diganti
dengan
d. Undang-Undang
RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; yang
diganti dengan
e. Undang-Undang
RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tanggal 16 Agustus 1999.
2.2.3.
Komisi
Pemberantasan Korupsi
Ketentuan Pasal 43
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi menegaskan perlunya dibentuk sebuah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
korupsi yang indipenden dengan tugas dan wewenang dalam melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi yang kemudian diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 30
tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan Korupsi.
Disamping itu,
pemerintah pernah membentuk beberapa komisi pemberantasan korupsi, sebagai
berikut.
a. Komisi
IV yang dibentuk pada tanggal 31 Januari 1970 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
1970. Komisi IV yang terdiri dari Wilopo, SH., I.J. kasimo, Prof. Ir. Johannes,
dan Anwar Tjokroaminoto dengan tugas pokok meneliti dan menilai kebijaksanaan
dalam pemberantasan korupsi serta memberikan pertimbangan kepada pemerintah
yang telah dibubarkan berdasarkan Keputusan
Presiden RI Nomor 50 tahun 1970 tentang Membubarkan Komisi IV yang
Dibentuk dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1970.
b. Komisi
Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) yang dibentuk melalui Kepres
RI No. 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Penyelenggara Negara;
c. Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (TGTPK) yang dibentuk pada tanggal
5 April 2000 berdasarkan PP RI Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. TGTPK yang diketuai oleh Andi Andoyo, SH. Bertugas melakukan
penyidikan perkara korupsi yang sulit pembuktiannya.
Disamping
kejaksaan dan kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memiliki
peran yang sangat penting. Merupakan suatu hal yang sangat memprihatinkan,
karena sedemikian banyaknya para koruptor yang dituntut di pengadilan belum
menyusutkan tingkat tindak pidana korupsi. Indikasi korupsi yang terjadi di
Indonesia tetap tinggi, bahkan menempati kelompok tertinggi di Asia.
Penanganan
masalah korupsi di Indonesia telah menimbulkan dilema sosial akibat manajemen
korupsi dalam birokrasi pemerintahan dan swasta yang menyebabkan korupi
membudaya. Pada sisi lain, proses penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi
yang dilakukan pemerintah amat lamban. Kalaupun bisa sampai ke pengadilan,
lebih banyak mengecewakan masyarakat. Sehingga, pemecahan yang dapat dijadika
bahan pertimbangan guna mengatasi dilema yang dialami masyarakat dalam
pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab bersama.
2.3. Demokrasi dan Korupsi di
Indonesia
Membahas hubungan
demokrasi dengan korupsi, kita mau tidak mau harus merunjuk dan mengaitkannya
dengan aksioma yang popular dari Prof. Lord Acton yang menegaskan : “Power
tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely “ (kekuasaan cendrung
korup, dan kekuasaan yang absolut maka korupsinya juga absolut). Aksioma ini
mengandung makna bahwa, absolutisme pada dasarnya berbanding terbalik dengan
korupsi,sebaliknya demokrasi berbanding terbalik dengan korupsi. Dengan
demikian berarti, jika suatu pemerintahan dijalankansecara absolut (otoriter),
maka pasti angka korupsi dinegara tersebut akan besar. Sebaliknya jika
pemerintahandijalankan dengan menerapkan system demokrasi (baik formal ataupun
substansial), maka dengan sendirinya angka korupsinya juga rendah.
Kenapa untuk
konteks Indonesia yang sejak era reformasi system pemerintahannya telah dikelola
dan dijalankan dengan menerapkan system demokrasi, tetapi angka korupsinya
tetap besar ? inilah yang disebut dengan “anomaly demokrasi” di Indonesia.
Artinya, apa yang terjadi diindonesia saat ini adalah sesuatu yang “abnormal”,
terutama jika dikaitkan dengan aksioma Lord Acton sebagaimana dikutip diatas.
Kenapa hal itu terjadi? Ada 3 kesalahan atau kelemahan dalam praktek demokrasi
diindonesia saat ini sebagai berikut :
a. Pelaksanaan
demokrasi diindonesia cendrung hanya menekankan pada demokrasi formal ketimbang
demokrasi substansif. Demokrasi formal,artinya sistem demokrasi yang hanya
menekankan aspek prosedural demokrasi, seperti : pemilihan langsung,
pembentukan lembaga-lembaga yang penopang sistem demokrasi, seperti lembaga
parlemen, partai politik, dan lembaga-lembaga dan sejenisnya. Sedangkan
demokrasi substansif lebih menekankan pada isi dan kualitas dari pelaksanaan
demokrasi, seperti adanya sosial kontrol, akuntabilitas, kesejahteraan sosial,
transparansi, dan lain-lain.
b. Pelaksanaan
demokrasi diindonesia sangat kapitalistik (membutuhkan ongkos yang sangat
besar). Sistem ini sering disebut sebagai “ high cost democracy “ demokrasi biaya tinggi) dalam hal itu
terjadi,karena para politisi yang tampil pada umumnya dengan kapasitas dan
integritas yang rendah. Menyadari kondisinya, maka mereka terpaksa melakukan
kampanye dengan mengandalkan atribut-atribut yang cenderung berlebihan dan
tidak jarang juga dengan menggunakan “money
politics” sebagai jalan pintas buat
“ mendongkrak “ kapasitas dan integritas mereka yang rendah tersebut. Semuanya
itumembutuhkan biaya dan anggaran yang sangat besar. Akibatnya ketika
bersangkutan telah terpilih untuk menduduki jabatan-jabatan publik, mereka
harus mengembalikan modal yang tadinya elah terkuras buat memenangkan kompetisi
yang berlangsung sangat ketat.
c. Perjalanan
demokrasi di Indonesia pada awalnya sukup menjanjikan, tetapi makin lama makin
mengarah pada apa yang disebut dengan sistem olygopoli atau oligarki, yakni
suatu sistem demokrasi yang dikuasai oleh suatu kelompok (elit) tertentu dimana
setiap keputusan penting dan strategis yang akan diputuskan oleh rezim yang
sedang berkuasa maka pertimbangan utamanya adalah kepentingan-kepentingan
kelompok elite tersebut dan bukan kepentigan nasional dalam arti yang sebenarnya.
Sistem ini sarat dengan KKN (korupsi,kolusi dan nepotisme) yang sudah barang
tentu bertolak belakang dengan jiwa dan semangat (spirit) sistem demokrasi.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.1.1. Hakikat
dari demokrasi sebagaimana kita pahami terdapat pada makna pemerintahan dari
rakyat (goverment of the people),
pemerintahan oleh rakyat (government by
people) dan pemerintahan unuk rakyat (government
for people).
3.1.2. Korupsi
adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk
kepentingan pribadi atau orang lain.
3.1.3. Terjadinya
anomaly demokrasi di Indonesia, yaitu sebuah pemerintahan demokrasi yang
abnormal, dimana demokrasi berbanding lurus dengan tingkat korupsi, bukan
berbanding terbalik sebagaimana mestinya.
3.2. Saran
Sebagai calon
pemimpin bangsa kita harus menanamkan sikap anti korupsi dan menghindarinya
sejak dini. Sehingga demokrasi di Indonesia dapat berjalan sebagaimana mestinya
untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan kemajuan negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.
Mardenis, SH. M. Si., dkk. 2016. Pendidikan
Kewarganegraan. Padang: Universitas Andalas
Dr.
H. Juni Sjafrien Jahja, SH, MH. 2012. Say
No To Korupsi. Jakarta: Visimedia
Sumber :
Khaira Alfatih, 2017, “Demokrasi dan Korupsi di Indonesia”, Padang : Universitas Andalas.
Komentar