Dasar Hukum
Sharing Hukum
Adapun dasar hukum yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mengajukan langkah-langkah hukum dalam kasus a quo adalah sebagai berikut :
a. Dasar Hukum Perjanjian
Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal pasal 1313 yang menyebutkan Perjanjian adalah perbuatan yang mana satu pihak mengikatkan dirinya terhadap satu orang/lebih.
Dalam KUH Perdata diatur :
• Ketentuan Umum Perjanjian (Pasal 1313-1319 KUH Perdata);
• Syarat Sahnya Perjanjian (Pasal 1320-1337 KUH Perdata);
• Akibat Hukum Perjanjian (Pasal 1338-1341 KUH Perdata);
1) Pasal 1320 KUH Perdata
Syarat sah perjanjian meliputi :
a) Adanya kesepakatan
Sebagaimana dimaksud pada pasal 1321 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa kesepakatan terjadi apabila tidak adanya salah unsur : paksaan (dwang), penipuan (bedrog) dan Kesilapan (dwaling);
b) Cakap berbuat menurut hukum
Cakap berbuat menurut hukum adalah orang yang menurut hukum untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagaimana dikecualikan pada pasal 1330 KUH Perdata, antara lain :
Orang-orang yang belum dewasa
Sebagaimana dimaksud dalam 330 KUH Perdata menyebutkan bahwa dewasa adalah orang yang berumur 21 tahun atau yang belum berumur 21 tahun namun telah menikah;
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dewasa untuk pria adalah berumur 19 tahun dan wanita adalah 16 tahun;
Mereka yang berada dibawah pengampuan (curatele)
c) Objek atau perihal tertentu
Dalam membuat kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu , jelas dan dibenarkan olh hukum sebagaimana dalam pasal 1332 KUH Perdata (hanya barang yang diperdagangkan) dan 1333 KUH Perdata (barang yang ditentukan jenisnya namun barang tersebut dapat dihitung).
d) Sebab yang halal/kausa yang dibolehkan/dihalalkan
Kontrak yang dibuat haruslah tidak bertentangan dengan norma kesusilaaan/ketertiban umum sebagaimana dimaksud pasal 1337 KUH Perdata dan memperhatikan ketentuan pasal 1335 yang menyatakan kontrak yang dibuat tanpa sebab atau dibuaat atas sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.
2) Pasal 1338 KUH Perdata
Asas “Pacta Sun Servanda” perjanjian yang dibuat dengan itikad baik dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. (asas kebebasan berkontrak)
3) Pasal 1243 KUH Perdata
Wanprestasi terjadi apabila : tidak melaksanakan isi perjanjian, melaksanakan perjanjian namun tidak seperi yang dijanjikan, terlambat dalam melaksanakan isi perjanjian dan/atau melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian;
4) 1366 KUH Perdata
Perbuatan melawan hukum dapat ditafsirkan sebagai berikut :
a) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
b) Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
c) Bertentangan dengan kesusilaan;
d) Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian;
5) Hapusnya Perrjanjian :
a) Pembayaran
Setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian dilakukan secara sukarela.
b) Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
c) Novasi (pembaruan hutang)
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 1413 KUH Perdata pembaruan hutang melalui subrogatie, cessie dan novasi.
d) Perjumpaan utang atau kompensasi
Pelunasan hutang dengan memperjumpakan hutang timbal balik sebagaimana dikecualikan pada pasal 1429 KUH Perdata yaitu :
• Bertentangan dengan hukum;
• Pengembalian barang yang dititipkan atau dipinjamkan;
• Hutang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita;
e) Pencampuran utang
Terkait perkawinan atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris kreditur.
f) Pembebasan hutang (Pasal 1439 KUH Perdata)
g) Musnahnya barang yang terhutang
h) Batal/pembatalan
Dalam pasal 1446 KUH Perdata menyebutkan permohonan pembatalan yang diajukan para pihak kepada hakim apabila salah satu pihak tidak memiliki syarat subjektif yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata.
i) Berlakunya syarat batal
Pasal 1265 KUH Perdata yang menyatakan suatu syarat batal terpenuhi dengan membawa segala sesuatu kedalam keadaan semula.
j) Kadaluarsa
Pasal 1946 KUH Perdata menyatakan batas waktu perjanjian yang ditentukan dalam perjanjian atau syarat yang ditentukan perundang-undangan;
Pasal 1967 KUH Perdata menyebutkan batas waktu selama 30 tahun;
Lebih lanjut ketentuan hukum perjanjian dalam KUH Perdata sebagaimana telah diuraikan diatas merupakan bagian dari yang tak terpisahkan dari dokumen-dokumen perjanjian yang ada. Meskipun sebagaimana ketentuan hukum pasal 1338 KUH Perdata telah menyatakan perjanjian yang dibuat menjadi undang-undang bagi pihak yang membuatnya, hal ini tidaklah mutlak sehingga dalam perkara a quo dalam menganalisa dokumen terkait didasarkan kepada ketentuan hukum tersebut.
b. Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas sebagaimana pasal 1 Angka 1 UUPT merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan modal kegiatan usaha dngan modal dasar yang seluruhnya terbagi atas saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya.
1) Pendirian Perseroan Terbatas
Syarat materil :
• Perjanjian dibuat oleh 2 orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 UUPT.
• Dibuat dalam Akta Otentik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 UUPT;
o Akta Pendirian PT dibuat dalam bahasa Indonesia;
o Akta Pendirian PT harus mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Hukum dan HAM (sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) UUPT) yang selanjutnya wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan Jo. Pasal 29 ayat (1-6) UUPT dan diumumkan dalam Berita Negara RI (pasal 7 ayat (4) UUPT);
Kelengkapan dokumen yang disampaikan pada Notaris pada saat penandatanganan Akta Pendirian PT (Akta Pendirian Perusahaan harus memuat hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 UUPT), antara lain :
o KTP para pendiri PT;
o Bukti modal dasar dan modal yang telah disetorkan;
o Dokumen lain, seperti : Surat Keterangan Domisili Perusahaan, SIUP, NPWP, TDP/WDP, PKP;
• Modal dasar perseroan;
Setidaknya telah ditempatkan atau disetorkan dana sebesar 25% dari modal dasar (Pasal 32 dan 33 UUPT) namun dalam PP No. 29 Tahun 2016 ketentuan tersebut disimpangi sehingga modal dasar tersebut ditentukan oleh kesepakatan para pihak (pasal 1 ayat (3) PP No. 29 Tahun 2016);
• Pengambilan saham saat perseroan didirikan;
Setiap pendiri perusahaan harus mengambil bagian saham kecuali dalam rangka peleburan sebagaimana pasal 7 ayat (2 dan 3) UUPT.
• Menempatkan minimal 1 orang sebagai Direksi dan 1 orang sebagai Komisaris dalam susunan organisasi perseroan;
2) Susunan Keorganisasian Perseroan Terbatas
• RUPS
RUPS merupakan organ perusahaan tertinggi yang menetukan arah dan tujuan perseroan yang kewenangannya tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam pasal 75-91 UUPT, pasal 105 UUPT (Restrukturisasi Usaha) dan Pasal 123 UUPT (Pembubaran PT). selain itu RUPS berwenang dalam sebagaimana dimaksud pasal 19 ayat (1), pasal 38, pasal 41 ayat (1), pasal 44 ayat (1), pasal 64, pasal 69 ayat (1) dan pasal 71 ayat (1) UUPT.
• Direksi
Merupakan organ perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha PT dalam mencapai maksud dan tujuan didirikannya PT sebagaimana dimaksud dalam pasal 92, pasal 97, pasal 98, pasal 100 dan pasal 102 UUPT.
• Komisaris
Merupakan organ perusahaan yang melalukan pengawasan baik secara umum dan/atau khusus dalam kegiatan usaha PT sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada direksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 108, pasal 116, pasal 118, pasal 121, pasal 99 ayat (2) huruf b dan pasal 107 huruf c UUPT.
3) Perubahan Anggaran Dasar
Sebagaimana pasal 19 dan pasal 21 ayat (5) UUPT perubahan anggaran dasar harus dibuat dalam akta Notaris paling lambat 30 hari terhitung sejak keputusan RUPS dan diatur lebih lanjut dalam pasal 8 Peraturan Menkumham No. M.HH-01.01 tahun 2011 tentang Tata Cara Oengajuan Permohonan Pengesaha Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Sera Penyampaian Pemberitahuan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data PT.
Lebih lanjut perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan Menkumham adalah :
• Perubahan Nama PT;
• Perubahan Domisili PT;
• Perubahan Maksud dan Tujuan PT;
• Perubahan Jangka Waktu Pendirian PT;
• Perubahan Modal PT;
• Pengurangan Modal yang ditempatkan atau Disetorkan PT;
• Perubahan Status PT;
Terkait Perubahan Susunan Direksi dan/atau Komisaris cukup hanya melakukan pemberiatahuan atas perubahan Anggaran Dasar kepada Menkumham.
4) Restukturisasi Usaha
Diatur dalam pasal 102-109 UUPT, terdiri atas : Merger (penggabungan), Konsolidasi (peleburan), Akusisi (pengambilalihan) dan Spin Off (Pemisahan usaha).
Sebagaimana badan usaha yang didirikan merupakan badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas yang mana telah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas maka dalam perkara a quo kami menganalisa dokumen berupa akta tersebut dengan meninjau ketentuan hukum sebagaimana telah kami uraikan diatas.
c. Undang-Undang RI No. 15 tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
TPPU atau dikenal dengan istilah “money laundry” sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (1) UU TPPU merupakan segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan UU ini sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 3-10 UU TPPU. Selain itu ada beberapa perbuatan lain yang digolongkan sebagai perbuatan TPPU sebagaimana dimaksud pasal 11-16 UU TPPU.
Harta yang dikategorikan sebagai harta hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 2 UU TPPU adalah harta yang diperoleh dari kejahatan antara lain : korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, kejahatan perbankan, kejahatan pasar modal, kejahatan asuransi, kejahatan kepabeanan, kejahatan cukai, kejahatan perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan dan penipuan.
Ketentuan perbuatan yang dikategorikan sebagai TPPU dalam UU No. 8 Tahun 2010 antara lain :
• Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
• Pasal 4
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 5
(1) Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
• Pasal 6
(1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi.
(2) Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang:
a.dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;
b.dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;
c.dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
d.dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
• Pasal 7
(1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pengumuman putusan hakim;
b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. pencabutan izin usaha;
d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;
e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau
f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.
• Pasal 8
Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.
• Pasal 9
(1) Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan.
(2) Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
• Pasal 10
Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
Berdasarkan informasi dan dokumen yang kami peroleh maka kami berpendapat bahwa ada beberapa peristiwa hukum yang mungkin akan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diuraikan diatas dan lebih lanjut kami akan membahasnya dalam analisa yuridis atas perkara a quo.
d. Pasal 372 KUHP dan 378 KUHP
• Pasal 372 KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
• Pasal 378 KUHP
barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.
Ketentuan hukum ini dapat diberlakukan atas adanya peristiwa hukum dalam perjanjian jual beli saham, yang mana apabila adanya suatu tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pembelian saham tersebut memenuhi unsur delik sebagaimana ketentuan pasal 372 KUHP dan pasal 378 KUHP. Adapun perbuatan yang dapat dikenakan ketentuan hukum ini apabila adanya tipu daya, keadaan palsu ataupun perbuatan yang tidak dibenarkan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri.
Adapun dasar hukum yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mengajukan langkah-langkah hukum dalam kasus a quo adalah sebagai berikut :
a. Dasar Hukum Perjanjian
Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal pasal 1313 yang menyebutkan Perjanjian adalah perbuatan yang mana satu pihak mengikatkan dirinya terhadap satu orang/lebih.
Dalam KUH Perdata diatur :
• Ketentuan Umum Perjanjian (Pasal 1313-1319 KUH Perdata);
• Syarat Sahnya Perjanjian (Pasal 1320-1337 KUH Perdata);
• Akibat Hukum Perjanjian (Pasal 1338-1341 KUH Perdata);
1) Pasal 1320 KUH Perdata
Syarat sah perjanjian meliputi :
a) Adanya kesepakatan
Sebagaimana dimaksud pada pasal 1321 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa kesepakatan terjadi apabila tidak adanya salah unsur : paksaan (dwang), penipuan (bedrog) dan Kesilapan (dwaling);
b) Cakap berbuat menurut hukum
Cakap berbuat menurut hukum adalah orang yang menurut hukum untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagaimana dikecualikan pada pasal 1330 KUH Perdata, antara lain :
Orang-orang yang belum dewasa
Sebagaimana dimaksud dalam 330 KUH Perdata menyebutkan bahwa dewasa adalah orang yang berumur 21 tahun atau yang belum berumur 21 tahun namun telah menikah;
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dewasa untuk pria adalah berumur 19 tahun dan wanita adalah 16 tahun;
Mereka yang berada dibawah pengampuan (curatele)
c) Objek atau perihal tertentu
Dalam membuat kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu , jelas dan dibenarkan olh hukum sebagaimana dalam pasal 1332 KUH Perdata (hanya barang yang diperdagangkan) dan 1333 KUH Perdata (barang yang ditentukan jenisnya namun barang tersebut dapat dihitung).
d) Sebab yang halal/kausa yang dibolehkan/dihalalkan
Kontrak yang dibuat haruslah tidak bertentangan dengan norma kesusilaaan/ketertiban umum sebagaimana dimaksud pasal 1337 KUH Perdata dan memperhatikan ketentuan pasal 1335 yang menyatakan kontrak yang dibuat tanpa sebab atau dibuaat atas sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.
2) Pasal 1338 KUH Perdata
Asas “Pacta Sun Servanda” perjanjian yang dibuat dengan itikad baik dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. (asas kebebasan berkontrak)
3) Pasal 1243 KUH Perdata
Wanprestasi terjadi apabila : tidak melaksanakan isi perjanjian, melaksanakan perjanjian namun tidak seperi yang dijanjikan, terlambat dalam melaksanakan isi perjanjian dan/atau melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian;
4) 1366 KUH Perdata
Perbuatan melawan hukum dapat ditafsirkan sebagai berikut :
a) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
b) Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
c) Bertentangan dengan kesusilaan;
d) Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian;
5) Hapusnya Perrjanjian :
a) Pembayaran
Setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian dilakukan secara sukarela.
b) Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
c) Novasi (pembaruan hutang)
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 1413 KUH Perdata pembaruan hutang melalui subrogatie, cessie dan novasi.
d) Perjumpaan utang atau kompensasi
Pelunasan hutang dengan memperjumpakan hutang timbal balik sebagaimana dikecualikan pada pasal 1429 KUH Perdata yaitu :
• Bertentangan dengan hukum;
• Pengembalian barang yang dititipkan atau dipinjamkan;
• Hutang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita;
e) Pencampuran utang
Terkait perkawinan atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris kreditur.
f) Pembebasan hutang (Pasal 1439 KUH Perdata)
g) Musnahnya barang yang terhutang
h) Batal/pembatalan
Dalam pasal 1446 KUH Perdata menyebutkan permohonan pembatalan yang diajukan para pihak kepada hakim apabila salah satu pihak tidak memiliki syarat subjektif yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata.
i) Berlakunya syarat batal
Pasal 1265 KUH Perdata yang menyatakan suatu syarat batal terpenuhi dengan membawa segala sesuatu kedalam keadaan semula.
j) Kadaluarsa
Pasal 1946 KUH Perdata menyatakan batas waktu perjanjian yang ditentukan dalam perjanjian atau syarat yang ditentukan perundang-undangan;
Pasal 1967 KUH Perdata menyebutkan batas waktu selama 30 tahun;
Lebih lanjut ketentuan hukum perjanjian dalam KUH Perdata sebagaimana telah diuraikan diatas merupakan bagian dari yang tak terpisahkan dari dokumen-dokumen perjanjian yang ada. Meskipun sebagaimana ketentuan hukum pasal 1338 KUH Perdata telah menyatakan perjanjian yang dibuat menjadi undang-undang bagi pihak yang membuatnya, hal ini tidaklah mutlak sehingga dalam perkara a quo dalam menganalisa dokumen terkait didasarkan kepada ketentuan hukum tersebut.
b. Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas sebagaimana pasal 1 Angka 1 UUPT merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan modal kegiatan usaha dngan modal dasar yang seluruhnya terbagi atas saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya.
1) Pendirian Perseroan Terbatas
Syarat materil :
• Perjanjian dibuat oleh 2 orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 UUPT.
• Dibuat dalam Akta Otentik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 UUPT;
o Akta Pendirian PT dibuat dalam bahasa Indonesia;
o Akta Pendirian PT harus mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Hukum dan HAM (sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) UUPT) yang selanjutnya wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan Jo. Pasal 29 ayat (1-6) UUPT dan diumumkan dalam Berita Negara RI (pasal 7 ayat (4) UUPT);
Kelengkapan dokumen yang disampaikan pada Notaris pada saat penandatanganan Akta Pendirian PT (Akta Pendirian Perusahaan harus memuat hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 UUPT), antara lain :
o KTP para pendiri PT;
o Bukti modal dasar dan modal yang telah disetorkan;
o Dokumen lain, seperti : Surat Keterangan Domisili Perusahaan, SIUP, NPWP, TDP/WDP, PKP;
• Modal dasar perseroan;
Setidaknya telah ditempatkan atau disetorkan dana sebesar 25% dari modal dasar (Pasal 32 dan 33 UUPT) namun dalam PP No. 29 Tahun 2016 ketentuan tersebut disimpangi sehingga modal dasar tersebut ditentukan oleh kesepakatan para pihak (pasal 1 ayat (3) PP No. 29 Tahun 2016);
• Pengambilan saham saat perseroan didirikan;
Setiap pendiri perusahaan harus mengambil bagian saham kecuali dalam rangka peleburan sebagaimana pasal 7 ayat (2 dan 3) UUPT.
• Menempatkan minimal 1 orang sebagai Direksi dan 1 orang sebagai Komisaris dalam susunan organisasi perseroan;
2) Susunan Keorganisasian Perseroan Terbatas
• RUPS
RUPS merupakan organ perusahaan tertinggi yang menetukan arah dan tujuan perseroan yang kewenangannya tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam pasal 75-91 UUPT, pasal 105 UUPT (Restrukturisasi Usaha) dan Pasal 123 UUPT (Pembubaran PT). selain itu RUPS berwenang dalam sebagaimana dimaksud pasal 19 ayat (1), pasal 38, pasal 41 ayat (1), pasal 44 ayat (1), pasal 64, pasal 69 ayat (1) dan pasal 71 ayat (1) UUPT.
• Direksi
Merupakan organ perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha PT dalam mencapai maksud dan tujuan didirikannya PT sebagaimana dimaksud dalam pasal 92, pasal 97, pasal 98, pasal 100 dan pasal 102 UUPT.
• Komisaris
Merupakan organ perusahaan yang melalukan pengawasan baik secara umum dan/atau khusus dalam kegiatan usaha PT sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada direksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 108, pasal 116, pasal 118, pasal 121, pasal 99 ayat (2) huruf b dan pasal 107 huruf c UUPT.
3) Perubahan Anggaran Dasar
Sebagaimana pasal 19 dan pasal 21 ayat (5) UUPT perubahan anggaran dasar harus dibuat dalam akta Notaris paling lambat 30 hari terhitung sejak keputusan RUPS dan diatur lebih lanjut dalam pasal 8 Peraturan Menkumham No. M.HH-01.01 tahun 2011 tentang Tata Cara Oengajuan Permohonan Pengesaha Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Sera Penyampaian Pemberitahuan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data PT.
Lebih lanjut perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan Menkumham adalah :
• Perubahan Nama PT;
• Perubahan Domisili PT;
• Perubahan Maksud dan Tujuan PT;
• Perubahan Jangka Waktu Pendirian PT;
• Perubahan Modal PT;
• Pengurangan Modal yang ditempatkan atau Disetorkan PT;
• Perubahan Status PT;
Terkait Perubahan Susunan Direksi dan/atau Komisaris cukup hanya melakukan pemberiatahuan atas perubahan Anggaran Dasar kepada Menkumham.
4) Restukturisasi Usaha
Diatur dalam pasal 102-109 UUPT, terdiri atas : Merger (penggabungan), Konsolidasi (peleburan), Akusisi (pengambilalihan) dan Spin Off (Pemisahan usaha).
Sebagaimana badan usaha yang didirikan merupakan badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas yang mana telah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas maka dalam perkara a quo kami menganalisa dokumen berupa akta tersebut dengan meninjau ketentuan hukum sebagaimana telah kami uraikan diatas.
c. Undang-Undang RI No. 15 tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
TPPU atau dikenal dengan istilah “money laundry” sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (1) UU TPPU merupakan segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan UU ini sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 3-10 UU TPPU. Selain itu ada beberapa perbuatan lain yang digolongkan sebagai perbuatan TPPU sebagaimana dimaksud pasal 11-16 UU TPPU.
Harta yang dikategorikan sebagai harta hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 2 UU TPPU adalah harta yang diperoleh dari kejahatan antara lain : korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, kejahatan perbankan, kejahatan pasar modal, kejahatan asuransi, kejahatan kepabeanan, kejahatan cukai, kejahatan perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan dan penipuan.
Ketentuan perbuatan yang dikategorikan sebagai TPPU dalam UU No. 8 Tahun 2010 antara lain :
• Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
• Pasal 4
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
• Pasal 5
(1) Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
• Pasal 6
(1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi.
(2) Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang:
a.dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;
b.dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;
c.dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
d.dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
• Pasal 7
(1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pengumuman putusan hakim;
b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. pencabutan izin usaha;
d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;
e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau
f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.
• Pasal 8
Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.
• Pasal 9
(1) Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan.
(2) Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
• Pasal 10
Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
Berdasarkan informasi dan dokumen yang kami peroleh maka kami berpendapat bahwa ada beberapa peristiwa hukum yang mungkin akan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diuraikan diatas dan lebih lanjut kami akan membahasnya dalam analisa yuridis atas perkara a quo.
d. Pasal 372 KUHP dan 378 KUHP
• Pasal 372 KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
• Pasal 378 KUHP
barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.
Ketentuan hukum ini dapat diberlakukan atas adanya peristiwa hukum dalam perjanjian jual beli saham, yang mana apabila adanya suatu tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pembelian saham tersebut memenuhi unsur delik sebagaimana ketentuan pasal 372 KUHP dan pasal 378 KUHP. Adapun perbuatan yang dapat dikenakan ketentuan hukum ini apabila adanya tipu daya, keadaan palsu ataupun perbuatan yang tidak dibenarkan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri.
Komentar