Hubungan Kerja dalam Perjanjian Kerja Melalui Pesan WhatsApp
Sharing Hukum
Berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”), hubungan
kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara
pengusaha dan pekerja/buruh.
Perjanjian kerja itu sendiri adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat
kerja, hak, dan kewajiban para pihak.[1]
Perjanjian kerja dibuat atas
dasar:[2]
a.
kesepakatan kedua belah pihak;
b.
kemampuan atau kecakapan melakukan
perbuatan hukum;
c.
adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
dan
d.
pekerjaan yang diperjanjikan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Dalam hal perjanjian kerja terjadi
melalui pesan WhatsApp seperti yang Anda tanyakan, maka
mengenai kesepakatan akan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai transaksi
elektronik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (“UU19/2016”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP PSTE”).
Dalam UU ITE dijelaskan setiap
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya disebut sebagai transaksi
elektronik.[3] Pada
dasarnya dalam transaksi elektronik, para pihak yang melakukan Transaksi
Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.[4] Yang
dimaksud dengan "disepakati" dalam pasal ini juga mencakup
disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.[5]
Perlu dipahami bahwa transaksi
elektronik yang dilakukan para pihakmemberikan akibat hukum kepada para
pihak.[6] Transaksi
elektronik dapat dilakukan berdasarkan kontrak elektronik atau bentuk
kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh
para pihak.[7] Contoh
transaksi elektronik dapat mencakup beberapa bentuk atau varian antara lain:[8]
a. kesepakatan tidak dilakukan secara elektronik namun
pelaksanaan hubungan kontraktual diselesaikan secara elektronik;
b. kesepakatan dilakukan secara elektronik dan pelaksanaan
hubungan kontraktual diselesaikan secara elektronik; dan
c. kesepakatan dilakukan secara elektronik dan pelaksanaan
hubungan kontraktual diselesaikan tidak secara elektronik.
Kemudian, mengenai kapan
terjadinya kesepakatan dalam transaksi elektronik diatur dalam Pasal 50
PP PSTE:
1.
Transaksi Elektronik terjadi pada
saat tercapainya kesepakatan para pihak.
2.
Kesepakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh
Pengirim telah diterima dan disetujui oleh Penerima.
3.
Kesepakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan dengan cara:
a.
tindakan penerimaan yang
menyatakan persetujuan; atau
b.
tindakan penerimaan dan/atau
pemakaian objek oleh Pengguna Sistem Elektronik.
Jadi, apabila dalam percakapan WhatsApp Anda
dengan perusahaan ada penawaran pekerjaan dari perusahaan, yakni perjanjian
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak,
kemudian dalam percakapan tersebut Anda menyetujuinya, maka dapat
dikatakan hubungan kerja antara Anda dengan perusahaan telah terjadi.
Segala ketentuan yang Anda dan perusahaan tentukan dalam pesan singkat WhatsApp mengikat
Anda dan perusahaan.
Sebagai referensi, dapat Anda
simak artikel terkait Keabsahan Transaksi Jual-Beli Melalui Blackberry
Messenger.
Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja ada 2 (dua)
macam, yaitu:[9]
a.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT) menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans
100/2004”)adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.[10]
b.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(“PKWT”) menurut Kepmenakertrans 100/2004 adalah
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk
pekerjaan tertentu.[11] PKWT
didasarkan atas:[12]
1.
jangka waktu;
2.
selesainya suatu pekerjaan
tertentu.
Anda mengatakan bahwa dalam
perjanjian terdapat penalti apabila karyawan tidak
menyelesaikan perjanjian kerja. Dalam hal ini kami asumsikan perjanjian
kerjaAnda adalah PKWT.
Pada dasarnya, perjanjian
kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.[13]Penjelasan
Pasal 51 ayat (1) UU 13/2003 menjelaskan bahwa pada prinsipnya
perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang
beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.
Namun, beberapa perjanjian kerja
menurut peraturan perundang-undangandiharuskan untuk dibuat secara tertulis,
misalnya PKWT, perjanjian kerja antarkerja antardaerah, perjanjian
kerja antarkerja antarnegara, dan perjanjian kerja laut.[14]
Hal ini juga dijelaskan
dalam Pasal 57 UU 13/2003 berikut:
1.
Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan
bahasa Indonesia dan huruf latin;
2.
Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana
dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu;
3.
Dalam hal perjanjian kerja dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan
penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat
dalam bahasa Indonesia.
Kekuatan Hukum PKWT Melalui
Pesan WhatsApp
Yang menjadi pertanyaan Anda
kemudian adalah apakah perjanjian kerja melalui pesan WhatsApp tersebut
memiliki kekuatan hukum yang sah?
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, perjanjian kerja harus memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 52
ayat (1) UU 13/2003:
a.
kesepakatan kedua belah pihak;
b.
kemampuan atau kecakapan melakukan
perbuatan hukum;
c.
adanya pekerjaan yang
diperjanjikan; dan
d.
pekerjaan yang diperjanjikan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Kami asumsikan bahwa perjanjian
kerja yang dibuat melalui WhatsApp memuatsyarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak. Hal tersebut tentunya tidak dapat dikatakan
sudah cukup untuk memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 52 ayat (1) UU
13/2003.
Apabila benar PKWT dibuat secara
elektronik (tertulis dalam WhatsApp) seperti dalam
pertanyaan Anda dan memenuhi dasar dan syarat sah perjanjian kerja
sebagaimana disebut dalam Pasal 52 ayat (1) UU
13/2003, maka perjanjian kerja tersebut sah mengikat sehingga
memiliki kekuatan hukum.
Namun masih ada aspek hukum yang
perlu diperhatikan. Menurut Teguh Arifiyadi, selaku Pendiri
dan Ketua Umum Indonesia Cyber Law Community (ICLC),
perjanjian kerja melalui pesan WhatsApp memiliki kekuatan
hukum yang lemah, banyak aspek hukum yang mungkin tidak dipenuhi, seperti
apakah subjek yang membuat perjanjian benar-benar cakap, apakah yang
diperjanjikan sudah jelas atau tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Kecuali, lain halnya jika terdapat pertukaran dokumen perjanjian kerja yang
disertai dengan tanda tangan digital.
Selain itu, keharusan PKWT untuk
dibuat dalam bentuk tertulis sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal
51 ayat (2) UU 13/2003 juga dapat dilihat dalam pesan singkat
melalui WhatsApp tersebut.
Sebagai tambahan, kami akan menjelaskan
juga masalah kekuatan pembuktian pesan singkat WhatsApp tersebut
sebagai alat pembuktian hukum.
Sebelum itu, perlu dipahami
pengertian dari informasi elektronik berdasarkanPasal 1 angka 1 UU 19/2016:
Informasi Elektronik adalah satu
atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Dilihat dari pengertian tersebut,
pesan melalui WhatsApp dapat dikategorikan sebagai informasi
elektronik. Mengenai hal ini, Pasal 5 UU ITE mengatur sebagai
berikut:
1.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti hukum yang sah.
2.
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
3.
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
4.
Ketentuan mengenai Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk:
a.
surat yang menurut Undang-Undang
harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b.
surat beserta dokumennya yang
menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang
dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Sebagai pelengkap, keberadaan
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronikmengikat dan diakui sebagai
alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap
penyelenggaraan sistem elektronik dan transaksi elektronik, terutama dalam
pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukumyang
dilakukan melalui sistem elektronik.[15]
Jadi dalam PKWT, apabila PKWT
dibuat secara elektronik (tertulis dalamWhatsApp) seperti
dalam pertanyaan Anda, maka menurut Pasal 5 ayat (1) UU ITE,perjanjian
kerja Anda tersebut dapat dikatakan merupakan alat bukti hukum yang
sah karena termasuk ke dalam informasi elektronik. Namun perlu
diingat bahwa masih banyak kelemahan-kelemahan seperti yang telah disampaikan
di atas.
Terkait dengan Terms of Service dari WhatsApp, terdapat
salah satu Disclaimers yang dikeluarkan dengan bunyi sebagai
berikut : “we are not responsible for and are not obligated to control the actions
or information (including content) of our users or other third
parties”.
Yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi “kami tidak bertanggung jawab dan tidak diwajibkan untuk
mengontrol tindakan-tindakan atau informasi (termasuk konten) dari
pengguna kami atau pihak ketiga lainnya”.
Masalah Pengunduran Diri
Kemudian, dalam
pertanyaan Anda mengatakan ingin melakukan pengunduran diri,
namun terdapat ketentuan mengenai penalti apabila Anda
mengundurkan diri sebelum selesainya pekerjaan.
Pada dasarnya, pengunduran diri
harus memenuhi syarat-syarat berikut:[16]
a.
mengajukan permohonan pengunduran
diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri;
b.
tidak terikat dalam ikatan dinas;
dan
c.
tetap melaksanakan kewajibannya
sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Untuk PKWT, Pasal 62 UU
13/2003 mengatur sebagai berikut:
Apabila salah satu pihak
mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan
kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1),
pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada
pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja.
Sehingga, apabila Anda mengundurkan
diri sebelum berakhirnya jangka waktu kerja Anda, maka Anda memang
diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada perusahaan sebesar sisa
gaji Anda sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Dasar hukum:
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik;
Sumber
: HukumOnline.com
Komentar