Kaitan Penghidupan yang Layak dengan Penetapan Upah
Sharing Hukum
Analisis tentang Kebijakan Upah Minimum di
Indonesia dalam kaitannya dengan Pekerjaan atau Penghidupan yang Layak (Pasal
27 ayat 2 UUD 45)
Dalam
penentuan upah minimum pada suatu daerah terdapat beberapa hal yang patut
dikaitkan dengan UUD 45 terutama dalam usaha untuk mendapatkan pekerjaan atau
penghidupan yang layak.
1.
Kebutuhan
Hidup Layak sebagai Komponen Penentuan Upah Minimum
Penggunaan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam komponen dalam penentuan upah minimum sejah
tahun 2005 sudah barang tentu merupakan sinyal yang baik dalam peningkatan
kesejahteraan pekerja, terutama setelah sebelumnya hanya menggunakan Kebutuhan
Hidup Minimum (KHM). Meskipun demikian apabila dilihat pada 4.2. masih banyak
daerah yang masih belum memenuhi upah minimum di daerah sebesar KHL. Hal ini
bisa dilihat dari rata-rata rasio upah minimum terhadap KHL yang hanya sebesar
84% atau dengan kata lain masih cukup berada jauh dibawah KHL, meskipun di
beberapa daerah sudah berada diatas kebutuhan hidup layak. Untuk itu perlu terus
diusahakan agar KHL tetap menjadi komponen utama dalam penentuan upah minimum
tanpa mengesampingkan komponen-komponen yang lain seperti IHK, PDRB, dan
keberlangsungan perusahaan. Bargaining-bargaining antar tripartite dalam
penentuan upah minimum di daerah juga harus selalu diarahkan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup layak dari pekerja. Meskipun demikian, sayangnya masih belum
ada pedoman yang jelas dan detail tentang bagaimana kritria criteria dari KHL
dikumpulkan antar daerah. Sebagai contoh dalam penentuan biaya KHM, penaksiran
beragam antar daerah tergantung pada tipe dari pasar yang dikunjungi dan
kualitas dan kemampuan dari komisi upah (Manning, 2003a). Sebagai tambahan, di
beberapa daerah, beberapa data selain komponen KHL juga masih dirasakan sangat
terbatas, seperti IHK dan kemampuan perusahaan.
2.
Transparansi
dan Sosialisasi Pemberian Tunjangan dalam Upah Minimum
Menurut
peraturan pemerintah, Upah minimum adalah terdiri dari upah pokok dan tunjangan
tetap. Namun sayangnya dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas
hanya upah pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan, sehingga seringkali
menimbulkan kontroversi bagi pengusaha dan pekerja. Hal ini menimbulkan
perbedaan pemahaman tentang arti tunjangan baik bagi pengusaha maupun pekerja.
Tunjangan tetap sendiri sebenarnya adalah tunjangan yang diberikan secara tetap
tanpa melihat tingkat kehadiran pekerja ataupun output, seperi misalnya
tunjangan keluarga tetap dan tunjangan yang berdasar pada senioritas.
Sosialisasi tentang hal ini juga dirasa masih kurang. Survey dari SMERU (2003)
misalkan menyebutkan bahwa masih banyak sekali pekerja tidak mengetahui
komponen upah minimum mereka secara detail. Bahkan banyak pula pekerja yang
hanya mendapatkan upah tetap tanpa mendapatkan tunjangan sebagai komponen upah
minimumnya, dan ini tanpa sepengetahuan pekerja dikarenakan ketidaktahuan
mereka tentang komponen dalam upah minimum yang harusnya meliputi tunjangan
tetap.
3.
Status
Pekerja yang dilindungi dalam Kebijakan Upah Minimum
Dalam
peraturan pemerintah sebenarnya seluruh pekerja yang bekerja dan menerima upah
termasuk didalam yang dilindungi kebijakan upah minimum. Namun pada
kenyataannya, kebijakan upah minimum kebanyakan hanya berlaku untuk pekerja
tetap bulanan di usaha-usaha menengah dan besar. Survei SMERU (2003)
menunjukkan bahwa masih banyak sekali pekerja lepas harian dan pekerja borongan
yang tidak dilindungi oleh kebijakan upah minimum. Dalam hal ini dibutuhkan
sebuah pedoman yang jelas tentang bagaimana kebijakan upah minimum diterapkan
terutama untuk pekerja yang sifatnya harian lepas atau borongan. Selain itu
perlu dipikirkan juga bagaimana kebijakan upah minimum ini bisa diterapkan
untuk pekerja di usaha skala mikro dan kecil dimana untuk Indonesia skala mikro
dan kecil cukup mendominasi dibandingkan skala menengah dan besar. Selain itu,
kebijakan upah minimum hanya ditujukan bagi pekerja bagi sektor formal,
sedangkan pekerja di Indonesia lebih dari 60% nya adalah pekerja pada sektor
informal. Sehingga tentunya selain kesejahteraan pekerja pada sektor formal
dibutuhkan sebuah kebijakan yang juga dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Ditambah lagi dengan teori dual sektor yang menyatakan bahwa kenaikan upah
minimum dapat menggeser atau memindah pekerja dari sektor formal ke sektor
informal.
4.
Penegakan
dan Pemberian Sanksi yang tegas bagi Perusahaan yang tidak Menerapkan Kebijakan
Upah Minimum
Untuk
menjamin pelaksanaan kebijakan upah minimum yang dapat meningkatkan
kesejahteraan bagi pekerja maka diperlukan penegakan dan sanksi yang tegas bagi
pengusaha yang tidak menerapkan kebijakan upah minimum. Sampai saat ini memang
belum dirumuskan sebuah sanksi yang efektif bagi perusahaan yang terus-menerus
membayar pekerja mereka dibawah tingkat upah minimum. Survei dari SMERU (2003)
menunjukkan bahwa pemerintah masih banyak mentolerir perusahaan yang membayar
dibawah upah minimum untuk menghindari PHK yang besar oleh perusahaan. Sebuah
femonena yang dilematis yang sebenarnya harus dapat diselesaikan oleh pihak
pengusaha dan pekerja dengan tentu bantuan dari pemerintah untuk menentukan
rule of the game kebijakan upah minimum ini sendiri.
Komentar