Arti penting constitutional complaint dalam menjamin hak konstitusional dalam konsep negara hukum
Negara hukum
merupakan konsep dalam bernegara yang menjamin dan melindungi hak
konstitusioanal warga negaranya. Hal ini menegaskan bahwa dalam perjalanan
ketatanegaraan suatu negara maka pemegang kekuasaan harus memperhatikan hak
konstitusional warga negaranya. Yang menjadi pertanyaan yang cukup signifikan
bagaimana suatu negara melindungi hak konstitusional warga negaranya apabila
telah terjadi pelanggaran atas hak konstitusional warga negaranya.
Salah satu
upaya yang dapat ditempuh dalam menghadapi pelanggaran hak konstitusional yang
terjadi ialah constitutional complaint.
Constitutional complaint merupakan
upaya hukum yang dapat ditempuh apabila warga negara merasa hak
konstitusionalnya telah dicederai oleh tindakan pemegang kekuasaan negara. Ada
2 (dua) arti penting mekanisme constitutional
complaint dalam penerapannya dalam menjamin dan melindungi hak
konstitusional warga negara, yaitu :
1. Constitutional complaint
sebagai kebutuhan teoritis dalam penyelenggaraan negara
hukum
Constitutional complaint sebagai kebutuhan teoritik dimaksudkan bahwa constitutional complaint perlu diatur
dalam hukum positif sebagai upaya untuk memberi perlindungan maksimum terhadap
hak konstitusional warga negara.[1]
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konsekuensi Indonesia
sebagai negara hukum yang melindungi hak-hak konstitusional warga negaranya
mengindikasikan adanya perubahan terhadap UUD 1945 yang menunjukkan bahwa
seluruh syarat yang melekat sebagai ciri negara hukum harus terpenuhi secara
konstitusional dan terlaksana atau terjelma secara aktual dalam praktik.[2]
Hal ini dikarenakan sebagai ciri negara hukum yang memenuhi perlindungan dan
penjaminan hak asasi warga negara yang mana hak tersebut dituangkan ke dalam
konstitusi dan menjadi bagian konstitusi. Oleh karena itu hak tersebut kemudian
menjadi hak konstitusional warga negara.
Dalam teori seperation of power (pemisahan
kekuasaan) ada 3 (tiga) kekuasaan negara, yaitu eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Ketiga cabang kekuasaan negara ini memegang suatu tugas dan wewenang
yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, hal yang tidak
diperkenankan Undang-Undang Dasar ataupun hal yang melenceng dari Undang-Undang
Dasar merupkan suatu tindakan inkonstitusional yang dilakukan oleh pemegang
kekuasaan negara.
Undang-Undang
Dasar mengatur mengenai ketentuan hak warga negara yakni hak konstitusional
warga negara. konsekuensinya pemegang kekuasaan negara harus mempertimbangkan
hak konstitusional warga negara dalam melakukan tindakan dalam penyelenggaraan
negara.hal ini dimaksudkan agar terwujudnya konsep negara hukum dalam
penyelenggaraan negara. oleh karena itu, apabila pemegang kekuasaan melakukan
suatu tindakan atas kekuasaan yang menjadi wewenangnya tidak memperhatikan hak
konstitusional warga negara merupakan tindakan inkonstitusional.
Dalam praktik
bernegara dewasa ini mekanisme hukum yang ada dalam melindungi hak
konstitusionalitas warga negara dari tindakan inkonstitusional pemegang
kekuasaan negara hanya sebatas judicial
review. Mekanisme judicial review
dalam melindungi hak konstitusional warga negara hanya melindungi hak tersebut
atas tindakan kekuasaan legislatif. Oleh karena itu secara luas, belum tercipta
perlindungan hak konstitusional secara utuh atas tindakan pemegang kekuasaan
negara.
Oleh karena
itu, constitutional complaint sangat
dibutuhkan dalam mengahadapi tantangan dalam perlindungan hak konstitusional
warga negara dalam praktik bernegara dewasa ini. Hal inilah yang tersirat
disebutkan dalam UUD 1945, bahwa dalam melindungi hak-hak warga negaranya maka
secara hukum jika dikaitkan dengan ajaran ius
contituendum maka constitusional
complaint merupakan mekanisme hukum yang dicita-citakan oleh rakyat
Indonesia dalam perlindungan hak konstitusionalnya.
Merujuk pada
pembukaan alinea keempat UUD 1945 yaitu “kemudian dari pada itu untuk membentuk
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia........”, ini mengindikasikan adanya ketentuan
hukum yang melindungi bangsa Indonesia atau warga negara dari tindakan yang
merugikan hak konstitusional warga negara.
2. Constitusional complaint
sebagai empiris dalam penyelenggaraan negara hukum
Mekanisme constitutional complaint sebagai
kebutuhan empiris adalah bahwa secara kenyataan yang ada terdapat banyak fakta-fakta yang secara
substansial merupakan pelanggaran hak konstitusional, namun pelanggaran
tersebut tidak dapat diselesaikan karena mekanisme constitutional complaint belum tersedia.[3]
Tidak adanya mekanisme hukum yang berwenang dalam memerikasa dan mengadili
perkara tersebut, terlebih kepada Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal
konstitusi menyebabakan banyaknya permasalahan pelanggaran hak konstitusional
yang secara substansial merupakan permohonan constitutional complaint, mengakibatkan tidak dapat terlaksananya
perlindungan hak konstitusional warga negara secara maksimum.
Hal ini mengindikasikan
bahwa Mahkamah Konstitusi gagal dalam menegakkan perlindungan hak
konstitusional warga negara.
Mahkamah Konstitusi seolah membiarkan pelanggaran hak
konstitusional terjadi. Hal ini disebabkan tidak adanya wewenang Mahkamah
Konstitusi dalam menangani pelanggaran hak konstitusional yang merupakan
kompetensi constitutional complaint. Kegagalan
menegakkan hak konstitusional warga negara menunjukkan
ciri sebagai negara
hukum yang menjamin supremasi hukum tidak terlaksana. Oleh karena itu, konsep negara hukum merupakan omong
kosong semata.
Masyarakat menginginkan
adanya payung
hukum yang dapat melindungi mereka atas
tindakan pemegang kekuasaan negara dalam penyelenggaraan
Negara. Pemegang kekuasaan negara dimungkinkan melakukan tindakan
yang men cederai hak konstitusional warga negara. Negara sebagai pelayan masyarakat seharusnya mampu melayani setiap
permasalahan hukum yang dihadapi oleh warga negara.
Salah satu prinsip dari negara hukum adalah pemerintahan
berdasarkan undang-undang. Artinya, setiap penyelenggaraan negara harus
memiliki dasar hukum yang jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan penafsiran
suatu produk undang-undang. Dengan adanya mekanisme pengujian peraturan
perundang-undangan yang berpuncak pada konstitusi, maka dapat mencegah tindakan
atau keputusan penyelenggara negara yang melanggar hak konstitusional warga
negara. Meskipun demikian, hal tersebut masih memungkinkan adanya tindakan atau
keputusan penyelenggara negara yang melanggar hak konstitusional warga negara.
Hal itu dapat terjadi paling tidak karena beberapa hal,[4]
yaitu; Pertama, pejabat penyelenggara
negara sebagai pemegang kekuasaan tertentu memiliki kesempatan melakukan
penyalahgunaan kekuasaan, baik secara sengaja maupun karena kelalaian. Kedua, banyak ketentuan hukum yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan penafsiran dan penyesuaian dengan kondisi nyata dari
aparat pelaksana. Penafsiran yang dilakukan aparat dapat saja keliru dan
mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara. Ketiga, salah satu ciri negara modern
adalah negara kesejahteraan yang memberikan kebebasan bertindak kepada
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Biasanya tindakan itu
dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang tidak jarang berdampak
pada terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara.
Oleh karena
itu rakyat yang berkedudukan lemah dalam praktek bernegara harus dilindungi hak
konstitusional warga negaranya yang membutuhkan upaya hukum sebagai pelindung
dalam menjamin hak konstitusionalnya. Hal ini juga didasarkan pada Pasal 1 ayat
(2) UUD 1945 yang menyatakan Indonesia berasaskan kedaulatan rakyat yang dimana
rakyat sebagai pemegang kekuasaan yang diatur oleh UUD 1945. Karena
kedudukannya sebagai pemegang kekuasaan negara, maka hak rakyat sebagai warga
negara secara konstitusional harus dilindungi oleh negara melalui kebijakan
hukum.
[4] http://www.esaunggul.ac.id/article/membangun-demokrasi-melalui-constitutional-complaint diakses tgl. 11 Mei 2015.
Komentar