Constitutional complaint ditinjau dari UUD 1945 sebagai bagian Konstitusi



Konstitusi sebagai hukum dasar yang menjadi pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara,[1] serta menjadi sumber hukum tertinggi mengilhami peraturan perundang-undangan lain yang berada dibawahnya. Dalam praktek bernegara di Indonesia UUD 1945 ialah konstitusi negara. UUD 1945 memuat semua ketentuan yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan negara. Termasuk juga pemenuhan dan perlindungan hak warga negara dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Constitutional complaint atau Pengaduan Konstitusional adalah pengaduan atau gugatan yang diajukan oleh perorangan yang merupakan warga negara ke pengadilan terhadap suatu tindakan atau kelalaian yang dilakukan oleh suatu institusi atau otoritas publik (public institution/public authority) yang mengakibatkan terlanggarnya hak-hak dasar (basic rights) orang yang bersangkutan[2]. Constitutional complaint berfungsi untuk melindungi hak individual dan hak sipil seseorang yang telah dijamin oleh konstitusi sebagai konsekuensi negara hukum dalam melindungi hak asasi warga negara serta merupakan upaya untuk menegakkan konstitusi sebagai bagian dari aturan hukum tertinggi. constitutional complaint memiliki empat karakteristik umum, yakni :[3]
1.      Menyediakan upaya hukum atas pelanggaran hak konstitusional;
2.      Berperan dalam perkara yang berhubungan dengan konstitusi dan bukan mengenai perkara hukum lainnya yang mungkin berkaitan dengan kasus tersebut;
3.      Diajukan oleh orang yang telah secara langsung dirugikan dengan berlakunya peraturan yang berlaku;
4.      Pengadilan yang menangani constitutional complaint memiliki kewenangan untuk membatalkan keberlakuan kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak konstitutional.
Pemberian wewenang constitutional complaint sebagai upaya dalam melindungi hak konstitusional warga negara dapat dilihat dari kedudukan hak konstitusional itu sendiri. Negara hukum yang mencirikan adanya pemisahan kekuasaan (separation of power) juga mengamanatkan adanya perlindungan hak asasi. Hak asasi yang dijamin dan dillindungi oleh negara sebagai ciri negara hukum yang dimasukkan sebagai muatan konstitusi mengakibatkan hak tersebut menjadi hak yang fundamental.
Oleh karena sifat fundamental hak tersebut, maka dalam praktik bernegara setiap tindakan pemegang kekuasaan negara harus memperhatikan hak fundamental tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah adakah upaya yang dapat ditempuh apabila telah terjadi pelanggaran akan hak tersebut. Maka secara tersirat perlu suatu mekanisme constitutional complaint dalam melindungi hak konstitusional warga negara. Dalam praktik kenegaraan yang ada, mekanisme dalam melindungi hak konstitusional warga negara hanya sebatas judicial review yakni pengujian konstitusionalitas undang-undang terhadap undang-undang dasar.
Sementara itu, dalam teori seperation of power (pemisahan kekuasaan) ada 3 (tiga) kekuasaan negara, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Judicial review dalam melindungi hak konstitusional warga negara hanya melindungi hak tersebut atas tindakan kekuasaan legislatif. Sementara itu dalam praktek bernegara cabang kekuasaan eksekutif dan yudikatif dimungkinkan melakukan tindakan yang menyinggung hak konstitusional warga negara. Namun upaya hukum dalam melindungi hak konstitusional terhadap tindakan eksekutif dan yudikatif belum ada. Oleh karena itu secara luas, belum tercipta perlindungan hak konstitusional secara utuh atas tindakan pemegang kekuasaan negara.
Oleh karena itu, constitutional complaint sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dalam perlindungan hak konstitusional warga negara. Hal inilah yang tersirat disebutkan dalam UUD 1945, bahwa dalam melindungi hak-hak warga negaranya maka secara hukum jika dikaitkan dengan ajaran ius contituendum maka constitusional complaint merupakan mekanisme hukum yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia dalam perlindungan hak konstitusionalnya.
Dalam UUD 1945, secara eksplisit tidak disebutkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili perkara constitutional complaint, karena dalam Pasal 24C UUD 1945 disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi secara limitatif. Dapat dikatakan bahwa upaya constitutional complaint dalam melindungi hak konstitusional warga negara belum diatur oleh UUD 1945 Hal ini yang menjadi perdebatan diantara pakar hukum di Indonesia terkait bagaimana menjamin hak konstitusional warga negara secara penuh dalam rangka tegaknya cita negara hukum. Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai pengawal konstitusi belum mempunyai kewenangan dalam melindungi hak konstitusional warga negara atas tindakan eksekutif dan yudikatif secara penuh.
Namun berangkat dari Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan Indonesia adalah Negara hukum maka konsekuensinya ialah indonesia harus memenuhi hak asasi warga negaranya. Diperkuat oleh pendapat Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights/fundamental rights)[4] atau Hak Asasi Manusia yang biasa disingkat HAM. Oleh karena itu sebagai konsekuensi negara hukum ialah penjaminan hak konstitusional warga negaranya dalam mewujudkan cita bernegara.
Oleh karena itu, menjamin hak asasi manusia menjadi syarat penting dalam pengakuan suatu Negara sebagai Negara hukum. Perwujudan atas penjaminan hak asasi itu dimuat dalam peraturan perundnag-undangan suatu Negara, terlebih pada konstitusi Negara. Dengan memuat hak asasi kedalam konstitusi maka aturan perundang-undangan lain akan mengikuti apa yang telah dijamin konstitusi sebagai sumber hukum yang fundamental dalam praktek bernegara.
Di dalam ideologi bernegara Indonesia yakni Pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, dalam sila kedua menyebutkan “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima juga menyebutkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, kedua muatan nilai bernegara ini mengilhami bahwa adanya penjaminan hak warga negara yang berprinsip pada keadilan dalam penyelenggaraan negara.[5] Oleh karena itu diharapkan dalam penyelenggaraan bernegara harus memperhatikan keadilan hukum bagi warga negara.
 Jadi dapat dikatakan di dalam UUD 1945, secara tersirat mengindikasikan adanya mekanisme constitutional complaint dalam melindungi hak konstitusional warga negara sebagai bentuk pengakuan sebagai negara hukum. Dimana melalui mekanisme constitutional complaint maka setiap tindakan yang dilakukan pemegang kekuasaan negara baik kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif dapat memperhatikan hak konstitusional warga  negara. Oleh karena itu diharapkan dalam praktik negara hukum yang berasaskan demokrasi dan prinsip kedaulatan rakyat maka terjadi check and balances dalam penyelenggaraan kekuasaan negara dalam kehidupan bernegara.
Oleh karena itu setiap tindakan cabang kekuasaan negara apabila menyinggung hak konstitusional warga negara, maka warga negara yang tercederai hak konstitusionalnya dapat mengajukan pengaduan konstitusional dalam rangka menjamin hak konstitusional warga negaranya. Hal ini mengindikasikan bentuk perwujudan negara hukum dalam penyelenggaraan negara.
Hal ini yang menjadi dasar bagi bagi pemerintah menyediakan upaya constitutional complaint sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menjamin hak konstitusional warga negara apabila terjadi tindakan cabang kekuasaan negara yang mencederai hak konstitusional warga negaranya. Upaya hukum ini merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan penegak nilai HAM dalam kehidupan bernegara.


[1] Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Jakarta : Sekjen Mahkamah Konstitusi, 2006), Hlm. 29.
[2] Ibid.
[3] Ibid, Hlm. 368.
[5] Disampaikan Dr. Mirza Nasution, S.H,M.Hum pada mata kuliah Perbandingan HTN tgl. 23 April 2014.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaitan Penghidupan yang Layak dengan Penetapan Upah

Hukum Asuransi

Perizinan Developer Perumahan