Constitutional complaint sebagai bentuk pengujian konstitusional


            Dalam pandangan Ahmad Syahrizal, constitutional complaint adalah mekanisme pengaduan konstitusional bagi setiap warga negara atau masyarakat yang ingin mempertanyakan dugaan pelanggaran hak konstitusional kepada peradilan konstitusi.[1] Dalam hal ini constitutional complaint didasarkan pada konsep pengujian konstitusional (constitutional review).
            Konsep pengujian konstitusional merupakan konsep yang lahir sebagai hasil perkembangan gagasan modern tentang sistem pemerintahan yang didasarkan atas ide-ide negara hukum, prinsip pemisahan kekuasaan serta perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia.[2] Pengujian konstitusional (constitutional review) merupakan payung hukum untuk melindungi warga negara atas suatu perbuatan dan peraturan yang diberlakukan yang menyinggung hak fundamental warga Negara.
            Dari pengertian diatas dapat disimpulkan dalam mencapai cita negara hukum salah satu syaratnya ialah pemenuhan hak asasi manusia. Hal ini didukung oleh pendapat Jimly Asshiddiqie yang menyatakan bahwa salah satu unsur yang mutlak harus ada dalam negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights).[3]
            Dalam teori separation of power yang disampaikan Montesquieu, ketiga cabang kekuasaan tidak terlepas dari jangkauan pengujian konstitusional. Seorang warga negara diberi kedudukan hukum (persona standi in judicio) dalam mengajukan pengujian konstitusional terhadap tindakan salah satu cabang kekuasaan negara,[4] dimana dalam tindakan cabang kekuasaan negara tersebut melanggar hak konstitusional warga negara. Hal ini dapat diartikan bahwa objek pengujian konstitusional merupakan tindakan cabang kekuasaan negara. Oleh karena itu, secara subtansial pengujian konstitusional yang dilakukan merupakan pengaduan konstitusional.
            Jika pengujian konstitusional yang dilakukan berkaitan dengan menguji produk hukum legislatif yaitu undang-undang maka upaya hukum dalam menguji konstitusional ialah pengujian undang-undang (judicial review). Di sisi lain jika pengujian konstitusional dilakukan terhadap tindakan eksekutif maupun yudikatif maka upaya hukum yang dapat dilakukan ialah pengaduan konstitusional (constitutional complaint).
            Oleh karena itu, pengujian konstitusional dilakukan dalam dua bentuk upaya hukum yakni judicial review dan constitutional complaint. judicial review dan constitutional complaint tidak dapat dibedakan secara fundamental yang dikarenakan kedua hal ini bertolak dari teori yang sama yakni tentang teori tentang fungsi atau tugas pengujian konstitusional[5] yang dalam kaitan ini merupakan sarana hukum dalam mencapai cita negara hukum. Kedua upaya hukum ini bertolak pada cara melindungi hak konstitusional warga negara terhadap tindakan yang dilakukan oleh cabang kekuasaan negara.
            Berangkat dari sejarah pengujian konstitusional Amerika Serikat, pengujian konstitusional dilakukan senantiasa didasarkan pada hal konkret,[6] yang dimaksudkan pengujian konstitusional dilakukan terhadap peristiwa yang secara aktual telah terjadi. Dalam prakteknya Amerika Serikat tidak mengenal pengujian konstitusional dilakukan secara abstrak, oleh karena itu Amerika Serikat tidak mengenal istilah constitutional complaint. Hal ini dikarenakan dalam mekanisme judicial review yang dilakukan telah memuat pengujian konstitusional terhadap norma hukum maupun tindakan otoritas publik. Dapat disimpulkan bahwa judicial review yang dilakukan telah mencakup kewenangan constitutional complaint.


[1] Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi  Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2006), hlm.102
[2] I Dewa Gede, Op. Cit, hlm. 274.
[3]  Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Loc. Cit, hlm. 343.
[4] Suriyadhi.blogspot.com/2012/07/legal-standing-dan-seputar-tata-cara.html diakses tgl. 16 Mei 2015.
[5] I Dewa Gede, Op. cit, hlm. 275.
[6] Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, (Jakarta : Konstitusi Press, 2006), Hlm. 98.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peraturan Pemerintah Terkait Pertanahan

Keputusan Menteri No. 78 Tahun 2001 Tentang Pesangon

Memilih Menggunakan UMP atau UMK